Studi dari (Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia) APJII mengungkapkan, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai angka lebih dari 132 juta. Sekitar 50,7% memilih smartphone dan komputer untuk mengaksesnya. Sementara itu, kurang lebih 47,6% user memakai perangkat mobile sebagai media browsing dan membuka berbagai aplikasi internet.
Tingginya jumlah pengguna disebabkan oleh banyak hal, antara lain kemudahan memperoleh peranti mobile dan koneksi jaringan yang mumpuni. Kini, semua operator telekomunikasi di Indonesia menyediakan akses 3G hingga 4G. Salah satunya internet Tri yang masih berusaha melebarkan sayapnya untuk menjangkau pelosok nusantara.
Internet tri merupakan layanan data yang di bawah naungan perusahaan PT Hutchison 3 Indonesia. Pertama kali meluncurkan jaringan 3G ke Indonesia pada tahun 2007. Kini, 65% saham korporasi ini dikuasai Hutchison Whampoa dan Northstar Pasific. Tri berhasil menarik 21 juta pelanggan di tahun 2012. Kemudian, memperluas kekuasaannya di pangsa pasar seluler hingga 10%.
Kini, Tri telah mengembangkan jaringan LTE (Long Term Evolution) ke 227 kota/kabupaten di Indonesia. Teknologi LTE merupakan merupakan generasi pertama dari 4G. Kecepatannya mencapai lebih dari 100 Mbps. Melalui inovasi ini, pengguna 4G bisa mengunduh file dengan kecepatan 300 Mbps.
Semua itu, bisa Anda dapatkan jika mengganti kartu Tri dengan perdana 4G di outlet khusus. Pun bisa menggunakan perangkat yang support jaringan 4G, seperti Samsung, Xiaomi, dan Vivo. Isi ulang atau kuotanya dapat dibeli di konter offline maupun online. Misalnya, membeli paket 3 secara praktis di Traveloka.
Mengapa Operator Tri Masih Bertahan di Jaringan 4G?
Teknologi 4,5G memasuki Indonesia sejak tahun 2016 silam. Namun, Tri masih bertahan di koneksi 4G dengan beberapa alasan. Berikut ulasan lengkapnya.
1. Alokasi Frekuensi Belum Memadai
Berbicara soal frekuensi, saat ini jaringan 4G Tri memiliki sumber daya 10 MHz di spektrum 1.800 MHz. Sementara 4,5G membutuhkan 20 MHz untuk bisa beroperasi dengan baik. Melihat hal itu, Tri dianggap belum siap menerima koneksi 4,5G yang memerlukan sumber daya lebih besar.
Meski begitu, koneksi 4G di spektrum 1.800 MHz dinilai paling mumpuni. Kecepatan aksesnya melebihi sumber daya 900 MHz. Selain itu, sebagian besar ponsel pintar mendukung spektrum tersebut. Dengan demikian, pelanggan Tri lebih mudah mendapatkan smartphone yang harganya terjangkau.
2. Tak Mau Mengorbankan Pelanggan 3G
Sebenarnya, Tri mampu untuk mengaktifkan 4,5G dengan carrier aggregation. Namun, operator ini enggan mengorbankan pelanggan internet 3G. Pasalnya, jumlah pengguna 3G tidak sedikit. Dari 54 juta pelanggan Tri, hampir separuhnya menggunakan jaringan tersebut.
Lalu, apa yang dimaksud carrier aggregation dalam teknologi internet? Carrier aggregation merupakan solusi bagi operator telekomunikasi seluler dalam menghadapi tantangan perkembangan inovasi berbasis mobile. Penggunaan carrier aggregation memungkinkan jaringan 4G mencapai kecepatan 259 Mbps. Meskipun Tri belum melirik carrier aggregation, tidak menutup kemungkinan beralih ke jaringan 4,5G.
3. Ingin Meratakan Pemakaian 4G dengan Memperluas Jangkauannya
Sejak 4G masuk ke Indonesia, jumlah penggunanya semakin bertambah. Kementerian Komunikasi dan Informatika memprediksikan kenaikan jumlah hingga 60% di akhir tahun 2017. Namun, angka tersebut belum merata ke semua operator, salah satunya Tri. Perusahaan ini menilai, pelanggan 4G masih di bawah target.
Operator Tri pun masih terus melebarkan sayapnya hingga ke pelosok nusantara. Tri memiliki target; semua pelanggannya harus beralih ke 4G dalam waktu cepat. Pasalnya, sebagai salah satu korporasi seluler terbesar, Tri pun mesti mengikuti perkembangan teknologi.
4. 4,5G Hanya Nomenklatur
Bagi Tri, teknologi 4,5G hanya masalah penamaan. Pasalnya, hal yang paling penting adalah menyediakan internet berkecepatan tinggi dan murah. Sampai saat ini, Tri masih berjaya dengan berbagai pilihan paket data terjangkau. Untuk mendapatkan kuota internet Tri, Anda bisa membelinya di agen pulsa online, seperti Traveloka.
5. Pelanggan 3,5G Internet Tri Semakin Bertambah
Meski belum bisa menyalip popularitas Telkomsel, peningkatan jumlah pelanggan Tri cukup signifikan. Tahun 2017, jaringan Tri menjangkau 7.296 desa dalam 25 provinsi di Indonesia. Karena itu, tak mengherankan, 70% pelanggan Tri sudah menembus koneksi jaringan 3,5G.
6. Sebagian Besar Perangkat Masih Berkutat di Jaringan 3G
Sekitar 10% pelanggan Tri masih menggunakan koneksi jaringan 2G. Korporasi seluler ini menutup aksesnya sejak awal Januari 2017 lalu. Sementara sisanya, sudah berpindah ke jaringan 3G, 3.5G, serta 4G.
Saat ini, pengguna jaringan 2G terbanyak ada di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. Mereka masih bisa memakai koneksi itu karena hanya teknologinya yang dimatikan. Namun, BTS (Base Transceiver Station) 2G tetap dapat mengirimkan sinyal ke daerah tersebut.
7. Kecepatan Jaringan 4G Tidak Kalah dengan 4,5G Jika Dimaksimalkan
Tidak dimungkiri, perkembangan teknologi 4,5G sangat cepat. Namun, hal itu belum disertai kesiapan masyarakat Indonesia dalam menerima inovasi baru. Inilah yang membuat Tri memutuskan untuk memaksimalkan kecepatan jaringan 4G. Perusahaan tersebut terus berupaya meningkatkan kualitas layanan data pelanggannya.
8. Experience Lebih Penting daripada Buru-Buru Beralih ke 4,5G
Bulan Agustus 2017 lalu, beberapa korporasi menggelar pertemuan untuk membahas perkembangan teknologi 5G di dunia. Pasalnya, jaringan ini akan diluncurkan oleh Jepang pada tahun 2020 mendatang. Meski begitu, mereka menilai jaringan 5G tak perlu buru-buru diterapkan di Indonesia.
Selain melihat kesiapan masyarakat, jaringan 4,5G pun belum merata. Karena itu, sebagian operator seluler memilih untuk menunda pengalihan koneksi tersebut. Daripada tergesa-gesa berpindah ke teknologi 4,5G, lebih baik berupaya memeratakan jaringan 4G secara cepat. Dengan demikian, Indonesia tak akan ketinggalan zaman.
Jadi, pengguna internet Tri, persiapkan diri Anda untuk menerima berbagai kemungkinan di masa depan. Termasuk perkembangan teknologi yang signifikan.